Cari Blog Ini

Kamis, 03 Maret 2011

BALANCE SCORECARD


KINERJA PERUSAHAAN
Oleh: Dr.Eddi Suprayitno, SE.,MM.

Perusahaan perlu melakukan evaluasi terhadap kinerjanya untuk mengetahui kondisi dan pertumbuhan bisnisnya. Kinerja merupakan salah satu indikator ukuran keberhasilan dari setiap bisnis. Penilaian kinerja merupakan hal yang sangat esensial bagi suatu perusahaan untuk memenangkan persaingan di pasar global. Kinerja yang merupakan tolok ukur yang selalu digunakan perusahaan akan terlihat secara transparan jika alat yang digunakannya valid dan rentable. Untuk  berbagai teknik pengukuran kinerja telah dikembangkan untuk memberikan gambaran yang tepat dari setiap bisnis. Kaplan dan Norton pada tahun 1990-an mengemukakan bahwa Balanced Scorecard (Kartu Skor Keseimbangan) merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja  dengan berdasarkan empat perspektif, yaitu; perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Keempat perspektif kartu skor ini menawarkan suatu keseimbangan antara tujuan jangka pendek dan panjang, Hasil yang diinginkan merupakan pemicu kerja dari hasil tersebut; serta tolak ukur yang pasti dan tolak ukur yang lebih lunak dan subyektif.

A.      PENDAHULUAN
 Kondisi Perekonomian Indonesia yang terpuruk sejak krisis moneter tahun 1998 lalu menyisakan banyak permasalahan. Hal ini dapat dilihat dari nilai tukar rupiah terhadap dolar yang masih belum stabil, harga bahan bakar dan tarif listrik yang terus - menerus naik, serta tarif pajak yang meningkat. Di sisi lain, globalisasi dan perdagangan bebas dunia merupakan tantangan ke depan yang harus dihadapi, sehingga, suasana kompetisi yang tinggi akan terjadi. Persaingan datang tidak ha-nya dari perusahaan dalam negeri tapi juga dari perusaha-an asing.
Perubahan lingkungan usaha dan karakteristik bisnis tersebut menghendaki pe-rubahan paradigma manajemen perusahaan. Perusahaan yang siap berkompetisi harus memiliki manajemen yang efektif. Setiap aktivitas bisnis yang dilakukan harus berpijak pada visi-misi dan strategi perusahaan yang telah dirumuskan sebelumnya. Hal ini selain untuk membuat sinergi seluruh komponen perusahaan juga memudahkan pengukuran kinerja. Dengan ukuran yang jelas, setiap penyimpangan yang terjadi akan mudah terdeteksi. Selanjutnya antara pengukuran kinerja dengan realita akan diperoleh informasi yang memudahkan pengujian terhadap kebijaksanaan bahkan strategi perusahaan yang terbukti tidak handal terhadap persaingan.
Perkembangan teknologi informasi yang cepat telah mengubah pola persaingan perusahaan dari persaingan industri menjadi persaingan informasi, yang pada akhirnya mengubah acuan yang dipakai untuk mengukur kinerja suatu perusahaan. Alat ukur kinerja konvensional yang memfokuskan pada kinerja finansial tentunya harus bergeser dengan pengukuran kinerja bukan finansial, seperti kepuasan pelanggan, inovasi produk, pengembangan perusahaan dan karyawan yang mempunyai rasa memiliki terhadap per-usahaan.
Apabila unsur-unsur tersebut dikembangkan secara terus-menerus maka akan tercipta suatu kompetensi yang kuat. Alat ukur ini digunakan oleh pihak manajemen sebagai acuan untuk mengambil keputusan dan mengevaluasi kinerja manajemen dari unit terkait organisasi perusahaan. Begitu pula bagi organisasi, alat ukur ini dipakai untuk mengkoordinasikan level manajer yang nantinya akan memberikan kontribusi terhadap keberhasilan perusahaan dalam mencapai sasaran.
Untuk tujuan diatas, kartu skor keseimbangan menawarkan pengukuran kinerja bisnis. Kartu skor keseimbangan hadir untuk menterjemahkan visi dan strategi perusahaan ke dalam suatu pengukuran perfoma yang komprehensif yang memberikan kerangka kerja untuk pengukuran strategi dan sistem manajemen. Kartu skor keseimbangan bukan hanya menekankan bagaimana perusahaan meraih tujuan finansial saja, tetapi juga memperhatikan penggerak kinerja tujuan finansial tersebut.
B.       PERSPEKTIF BALANCE SKORECARD
Balance scorecard merupakan metode yang bertujuan untuk menekankan adanya keseimbangan antara  factor eksternal dan internal untuk pengukuran kinerja perusahaan. Keseimbangan pertama adalah antara pengukuran eksternal untuk pemegang saham dan pelanggan dengan pengukuran internal dari proses bisnis internal, inovasi dan proses belajar dan pertumbuhan. Keseimbangan berikutnya adalah antara pengukuran hasil usaha masa lalu dengan pengukuran yang mendorong kinerja masa mendatang. Keseimbangan terakhir adalah antara unsur obyektifitas, yaitu pengukuran berupa hasil kuantitatif yang diperoleh secara mudah, dengan unsur subyektifitas, yaitu pengukuran pemicu kinerja yang membutuhkan pertimbangan.
Kartu skor keseimbangan merupakan suatu sistem manajemen yang menjabarkan misi dan strategi perusahaan ke dalam tujuan operasional dan tolak ukur kinerja. Kartu skor keseimbangan memiliki karakteristik komprehensif, koheren, seimbang dan terukur. Kartu skor keseimbangan memperluas perspektif yang dicakup dalam pengukuran kinerja, dari yang sebelumnya hanya terbatas pada perspektif keuangan, meluas ketiga perspektif lainnya. Kartu skor keseimbangan mewajibkan personel untuk membangun hubungan sebab akibat di antara berbagai tolak ukur yang dihasilkan dalam perencanaan. Setiap sasaran yang ditetapkan dalam perspektif non keuangan harus mempunyai hubungan kausal dengan sasaran keuangan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Keseimbangan di antara keempat perspektif dalam Kartu skor keseimbangan yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategik penting untuk menghasilkan kinerja keuangan yang berjangka panjang.
Komponen pembentuk kartu skor keseimbangan terdiri dari empat perspektif  yaitu, perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
Perspektif keuangan merupakan fokus utama dari tujuan dan ukuran di antara keempat perspektif lainnya. Pengukuran kinerja keuangan menunjukkan apakah strategi perusahaan, implementasi dan pelaksanaan strategi memberikan perbaikan yang mendasar pada kontribusi laba yang diperoleh perusahaan.
Tujuan dan sasaran finansial akan berbeda pada tiap tahapan siklus bisnis. Kaplan dan Norton (2000: 42) menidentifikasikan tiga tahapan siklus kehidupan bisnis, yaitu:
a.       Bertumbuh
Dalam tahap bertumbuh, perusahaan biasanya beroperasi dengan arus kas yang negatif dengan tingkat pengembalian modal yang rendah. Tujuan finansial perusahaan pada tahap ini adalah persentase tingkat pertumbuhan pendapatan, dan tingkat pertumbuhan penjualan di berbagai segmen pasar, kelompok pelanggan, dan wilayah yang telah ditargetkan.
b.      Bertahan
Tahapan bertahan terkait dengan profitabilitas, yang biasanya dinyatakan dengan memakai ukuran yang terkait dengan laba akuntansi seperti laba operasi dan marjin kotor. Juga beberapa ukuran lain seperti tingkat pengembalian investasi, pengembalian modal yang diberdayakan dan nilah tambah ekonomis;
c.       Menuai
Tujuan finansial pada tahap menuai adalah arus kas operasi (sebelum depresiasi) dan penghematan berbagai kebutuhan modal kerja.
Perspektif pelanggan merupakan suatu indikator pelanggan dan segmen pasar yang akan dimasuki, yang telah diidentifikasikan oleh perusahaan. Segmen pasar adalah sumber pendorong penghasilan tujuan finansial perusahaan. Suatu pernyataan manajemen terkini adalah pentingnya fokus pada pelanggan dan kepuasan pelanggan, sehingga apabila pelayanan perusahaan tidak memuaskan para pelanggan, maka mereka akan mencari produsen lain yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Kinerja yang buruk dari perspektif ini akan dapat menurunkan jumlah pelanggan di masa depan meskipun saat ini kinerja keuangan perusahaan terlihat baik. Menurut Kaplan dan Norton (2000: 59), perspektif pelanggan mempunyai dua kelompok pengukuran yaitu pengukuran yang berpusat pada pelanggan dan proposisi nilai pelanggan.
Proses bisnis internal perusahaan mengedepankan analisis terhadap nilai jaringan. Manajemen mengidentifikasi proses bisnis secara kritis yang harus diunggulkan perusahaan. Peranan kartu skor dalam perspektif ini untuk memudahkan manajer mengetahui seberapa baik bisnis mereka berjalan dan apakah produk atau jasa yang dihasilkan telah sesuai dengan misi perusahaan; oleh karena itu dirasakan perlu untuk menentukan rantai nilai internal yang lengkap. Kaplan dan  Norton (2000: 83) membagi rantai nilai proses bisnis internal menjadi tiga kategori, yaitu proses inovasi, operasi dan layanan purna jual.
Menurut Kaplan dan Norton (2000: 110), ada tiga kategori utama dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, yaitu kapabilitas pekerja, kapabilitas sistem informasi, serta motivasi, pemberdayaan, dan keselarasan. Dalam menetapkan tujuan pekerja, terdapat tiga pengukur-an utama yang berlaku umum, yang kemudian dikombinasikan dengan faktor pendorong yang dapat disesuaikan de-ngan situasi tertentu. Tiga pengukuran tersebut adalah kepuasan pekerja, retensi pekerja dan produktivitas pekerja.
Walaupun motivasi dan keahlian pegawai telah cukup mendukung proses pencapaian tujuan perusahaan, namun tetap diperlukan informasi yang berhubungan dengan pelanggan, proses internal, dan konsekuensi keputusan finansial perusahaan. Oleh karena itu dibutuhkan sistem informasi yang memadai, agar kebutuhan manajemen dan pe-gawai atas informasi yang akurat dan tepat waktu dapat terpenuhi dengan baik.
C.      BALANCE SCORECARD ALAT UKUR KINERJA
Keterbatasan pengukuran kinerja konvensional mengharuskan terciptanya suatu komposisi pengukuran kinerja yang lebih tepat diterapkan pada era bisnis yang sangat kompetitif dan kemajuan teknologi yang demikian canggih. Kartu skor keseimbangan hadir sebagai suatu metode alternatif pengukuran kinerja yang komprehensif, koheren, terukur dan seimbang.
Kartu Skor Keseimbangan (Balance-Scorecard)  dikembangkan sebagai sistem pengukuran kinerja yang memungkinkan para eksekutif memandang perusahaan dari berbagai perspektif secara simultan. Kartu skor keseimbangan memberikan gambaran kepada manajemen dan organisasi bisnis untuk memandang perusahaan dari empat perspektif, yaitu keuangan, pelanggan, pembelajaran dan pertumbuhan, serta proses bisnis internal, yang menghubungkan pengendalian operasional jangka pendek ke dalam visi dan strategi bisnis jangka panjang. Kartu skor keseimbangan menekankan bahwa semua ukuran finansial dan bukan finansial harus menjadi bagian sistem informasi untuk para pekerja di semua tingkat perusahaan. Tujuan dan ukuran yang digunakan dalam kartu skor keseimbangan bukan hanya sekelompok ukuran kinerja finansial dan bukan finansial khusus saja, melainkan semua tujuan dan ukuran tersebut diturunkan melalui suatu proses mulai dari karyawan paling bawah sampai manajemen atas, yang digerakkan oleh misi dan strategi unit bisnis.
Kartu Skor Keseimbangan (Balance-scorecard) mengukur sasaran stratejik yang sulit untuk diukur. Sasaran stratejik di perspektif pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan merupakan sasaran yang tidak mudah diukur, namun dalam pendekatan kartu skor keseimbangan di ketiga perspektif non keuangan tersebut ditentukan ukurannya sehingga dapat diwujudkan untuk mengukur kinerja perusahaan.
Ada beberapa pengukuran yang dapat dilakukan perusahaan dalam memotivasi para pekerja sehingga mempengaruhi peningkatan kinerja perusahaan.
Kartu Skor Keseimbangan (Balance-scorecard)  dengan tujuan dan ukuran finansial harus memainkan peran ganda, menentukan kinerja finansial yang diharapkan dari strategi dan menjadi sasaran akhir tujuan dan ukuran perspektif kartu skor lainnya. Untuk menyederhanakan, kartu skor keseimbangan (balance-scorecard)  mengindentifikasikannya menjadi tiga tahap, yaitu tahap pertumbuhan, bertahan dan menuai.
Tujuan finansial keseluruhan perusahaan dalam tahap pertumbuhan adalah peningkatan persentase pertumbuhan pendapatan dan tingkat pertumbuhan penjualan di berbagai pasar sasaran, kelompok pelanggan dan wilayah. Tujuan  finansial pada tahap bertahan akan bertumpu pada ukuran finansial tradisional, seperti pengembalian modal yang diberdayakan, laba operasi dan marjin kotor. Sebagian perusahaan akan memakai berbagai ukuran financial baru, seperti nilai tambah ekonomis dan nilai pemegang saham. Tujuan financial keseluruhan untuk bisnis pada tahap menuai adalah arus kas operasi dan penghematan berbagai kebutuhan modal kerja. Setiap investasi harus memberikan pengembalian kas yang segera dan pasti.
Dalam perspektif pelanggan, selain keinginan untuk memuaskan dan menyenangkan pelanggan, para manajer unit bisnis juga harus menerjemahkan pernyataan misi dan strategi ke dalam tujuan yang disesuaikan dengan pasar dan pelanggan yang spesifik. Kelompok ukuran pelanggan utama pada umumnya sama untuk semua jenis perusahaan. Kelompok ini terdiri dari ukuran pangsa pasar, retensi pelanggan, akuisisi pelanggan, kepuasan pelanggan, dan profitabilitas pelanggan.
Dalam persepktif proses bisnis internal, kartu skor keseimbangan menetapkan tiga model dari proses bisnis utamanya, yaitu proses inovasi, operasi dan layanan purna jual. Bagi banyak perusahaan, menjadi efektif, efisien dan tepat waktu dalam proses inovasi lebih penting daripada menjadi hebat dalam proses operasi sehari-hari yang telah menjadi fokus tradisional dari literature rantai nilai internal. Proses operasi merupakan gelombang pendek penciptaan nilai dalam perusahan. Dimulai dengan diterimanya pesanan pelanggan dan diakhiri dengan penyampaian produk atau jasa kepada pelanggan. Proses ini menitikberatkan kepada penyampaian produk dan jasa kepada pelanggan yang ada secara efisien, konsisten dan tepat waktu. Tahap terakhir nilai rantai internal adalah layanan purna jual. Layanan purna jual mencakup garansi dan berbagai aktifitas perbaikan, penggantian produk yang rusak dan yang dikembalikan, serta proses proses pembayaran, seperti administrasi kartu kredit. Proses layanan purna jual bertujuan
untuk memuaskan pelanggan.
Pengalaman dalam membangun kartu skor keseimbangan di berbagai perusahaan jasa dan manukfatur telah mengungkapkan tiga kategori utama untuk perspektif pembelajaran dan pertumbuhan yaitu kapabilitas pekerja, kapabilitas sistem informasi, dan motivasi, pemberdayaan dan keselarasan. Gagasan untuk meningkatkan proses dan kinerja untuk pelanggan harus datang dari pekerja lini yang paling depan yang paling dekat dengan proses internal dan pelanggan perusahaan. Dalam kapabilitas pekerja ada tiga pengukuran yaitu: kepuasan pekerja, retensi pekerja dan produktifitas pekerja. Para pekerja garis depan perlu mendapatkan informasi yang akurat dan tepat waktu tentang setiap hubungan yang ada antara perusahaan dengan pelanggan. Tujuan pembelajaran dan pertumbuhan terfokus pada iklim perusahaan yang mendorong motivasi dan inisiatif pekerja. Hal ini dapat diukur dengan melakukan survei terhadap motivasi, pemberdayaan dan keselarasan pekerja.

D.      PENUTUP
Pengukuran kinerja bisnis konvensional menekankan pada aspek finansial perusahaan. Laporan keuangan menjadi tolok ukur yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja perusahaan. Namun, pengukuran yang hanya mengedepankan aspek finansial ini menimbulkan berbagai keterbatasan. Oleh karena itu, kehadiran kartu skor keseimbangan sebagai metode peng-ukuran kinerja yang komprehensif dirasakan memberikan penilaian yang lebih memadai bagi perusahaan. Karena selain tolok ukur keuangan, metode ini juga mengukur perspektif nonkeuangan, seperti pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Dengan menyusun dan menerapkan kartu skor keseimbangan, pengukuran kinerja diharapkan telah mencakup setiap aspek yang mempengaruhi organisasi bisnis untuk tetap bertahan dalam persaingan usaha.
Kartu Skor Keseimbangan (Balance Scorecard)  merupakan strategi bagi perusahaan untuk meningkatkan kinerjanya. Hal ini sudah dibuktikan oleh banyak perusahaan/organisasi  yang berhasil dalam meningkatkan kinerja perusahaannya. Untuk mencapai peningkatan kinerja tersebut perusahaan/organisasi dipersyaratkan untuk konsisten dan disiplin dalam menerapkan balance-scorecard  secara terfokus dan professional, saya yakin perusahaan anda akan berhasil.


DAFTAR PUSTAKA

Ciptani, Monika Kussetya. 2000. “Kartu skor keseimbangan Sebagai Pengukuran Kinerja Masa Depan: Suatu Pengantar”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Puslit Petra; No. 1 Vol 2.
Hongren, Charles T., dkk. 1997. Akuntansi di Indonesia. Jilid 1. Salemba Empat: Jakarta.
Husnan, Suad.1995. Manajemen Keuangan: Teori dan Penerapan (Keputusan Jangka Pendek). Edisi 3. Jilid 2. YKPN: Yogyakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia. 1999. Standar Akuntansi Keuangan. Salemba Empat: Jakarta
Kaplan, Robert S., dan David P. Norton. Diterjemahkan oleh Peter P. Yosi Pasla MBA. 2000. Kartu skor keseimbangan: Menerapkan Strategi Menjadi Aksi. Erlangga: Jakarta.
Mulyadi. 2001. Kartu skor keseimbangan: Alat Manajemen Kontemporer untuk Pelipatganda Kinerja Keuangan Perusahaan. Salemba Empat: Jakarta
Mulyadi. 2002. Akuntansi Manajemen: Konsep, manfaat dan Rekayasa. Edisi 3. Salemba Empat: Jakarta
Munawir, S. 1998. Analisa Laporan Keuangan. Liberty: Yogyakarta.
Imelda, R.H.N. 2004. “Implementasi Kartu skor keseimbangan Pada Organisasi Publik”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Puslit Petra; No. 2 Vol 6.
Yuwono, Sony, dkk. 2002. Petunjuk Praktis Penyusunan Kartu skor keseimbangan. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Jumat, 08 Oktober 2010

Teori Pengambilan Keputusan

Pendahuluan

Secara popular dapat dikatakan bahwa mengambil keputusan atau membuat keputusan berarti memilih satu diantara banyak alternatif. Setiap orang tidak harus pimpinan dapat membuat keputusan akan tetapi dampak keputusan yang ditimbulkan berbeda-beda, ada yang sempit dan ada yang luas ruang lingkupnya yang terkena dampak atau pengaruh tersebut. Hampir setiap hari, bahkan setiap saat selalu ada keputusan yang dibuat misalnya di rumah tangga, di kantor, atau di dalam organisasi/perusahaan. Pada umumnya suatu keputusan dibuat dalam rangka untuk memecahkan permasalahan atau persoalan (problem solving). Keputusan yang dibuat pasti ada tujuan yang akan dicapai terutama dalam kesuksesan organisasi/perusahaan pada masa yang akan datang.

Dalam dunia bisnis modern, kehidupan menuntut banyak sekali keputusan yang harus dibuat. Hal ini terkait dengan dengan cepatnya fluktuasi informasi yang ada terutama dalam informasi pasar global. Kecepatan, keakuratan dan ketepatan dalam membuat keputusan sangat mempengaruhi kopetensi organisasi/perusahaan dalam menciptakan daya saing yang unggul.

Inti dari pengambilan keputusan ialah terletak dalam organisasi/perusahaan berbagai alternatif tindakan sesuai dan dalam pemilihan alternatif yang tepat setelah evaluasi (penilian) mengenai efektivitasnya dalam mencapai tujuan yang dikehendaki pengambil keputusan. Pengambilan keputusan yang efektif merupakan tolok ukur keberhasilan organisasi/perusahaan dimasa depan.

Kategori Keputusan

1. Keputusan dalam Keadaan ada Kepastian

Apabila semua informasi yang diperlukan untuk mengambil keputusan lengkap, maka keputusan dikatakan dalam keadaan atau situasi ada kepastian. Dengan perkataan lain dalam keadaan ada kepastian kita dapat meramalkan secara tepat atau eksak hasil dari setiap tindakan (action).

Pemecahan: Deterministic

Teknik: a) Linear Programming, b) Model Transportasi, c) Model penugasan, d) Model Inventory, e) Model Antrian, f) Model Network

2. Keputusan dalam Keadaan ada resiko (risk)

Resiko terjadi kalau hasil pengambilan keputusan walaupun tidak diketahui dengan pasti akan tetapi diketahui nilai kemungkinan (probabilitasnya).

Pemecahan: Probabilistic

Teknik: a) Model Keputusan Probabilistic, b) Model Inventory Probabilistic, c) Model antrian Probabilistic.

3. Keputusan dalam Keadaan Ketidakpastian (uncertainty)

Ketidakpastian akan kita hadapi sebagai pengambil keputusan kalau hasil kuputusan sama sekali tidak tahu karena hal yang akan diputuskan belum pernah terjadi sebelumnya.

Pemecahan: tambahan informasi dan menggunkan “subjective probability” yaitu nilai probabilitas yang anda ciptakan sendiri.

Teknik: Analisis keputusan dalam keadaan ketidakpastian.

4. Keputusan dalam Keadaan ada Konflik (conflict)

Situasi konflik terjadi kalau kepentingan dua pengambil keputusan atau lebih saling bertentangan (ada konflik) dalam situasi konpetitif. Pengambil keputusan bisa juga berarti pemain (player) dalam suatu permainan (game).

Pemecahan: Terantung tindakan lawan

Teknik: Teori Permainan (game theory)

Faktor yang harus diperhatikan dalam Pengambilan Keputusan:

1. Hal-hal berwujud dan tidak berwujud.

2. Keputusan harus dapat dijadikan bahan untuk mencapai tujuan organisasi.

3. Keputusan jangan berorientasi kepentingan pribadi.

4. Jarang ada pilihan yang memuaskan.

5. Pengambilan Keputusan merupakan tindakan mental.

6. Pengambilan Keputusan yang efektif memerlukan waktu cukup lama.

7. Perlu Pengambilan Keputusan yang praktis untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.

8. Keputusan hendaknya dilembagakan agar dapat diketahui apakah keputusan tersebut benar atau salah.

9. Keputusan merupakan awal dari serangkaian kegiatan berikutnya.

Langkah-Langkah dalam Pengambilan Keputusan

1. Rumuskan/identifikasi persoalan keputusan

2. Kumpulkan informasi yang relevan

3. Cari alternatif tindakan

4. Analisis alternatif yang fleksibel

5. Memilih alternatif terbaik

6. Laksanakan keputusan dan evaluasi hasilnya

Langkah menangani masalah:

1. Mengusahakan keterangan dan penjelasan tentang masalah itu.

2. Identifikasi sasaran atau tujuan kegiatan yang akan dilakukan.

3. Mengatur tingkat keberhasilannya.

4. Menentukan kriteria keberhasilan pencapaian tujuan.

5. Memperhatikan faktor lingkungan.

6. Meneliti alternatif pemecahan masalah sehingga diketahui masing-masing kenggulan dan kekurangannya.

7. Merumuskan model mana yang dimungkinkan untuk pemecahan masalah.

8. Mengumpulkan data untuk pengukuran dan memilih alternatif mana yang dianggap paling tepat.

9. Mengadakan perbandingan antara model yang satu dan model yang lain.

10. Menguji hasil analisis untuk lebih meyakinkannya.

11. Mempertimbangkan apapakh terdapat segi2 ketidakefisienan yang terjadi.

12. Mengadakan ringkasan, bila perlu menyertakan juga saran2nya.

Jumat, 09 Juli 2010

APLIKASI TEKNOLOGI INFORMASI

Aplikasi teknologi informasi dan komunikasi untuk membantu mengelola kegiatan informasi pemerintahan memberi peluang baru untuk melayani masyarakat dengan cepat, akurat, relevan dan tepat waktu. Selain masyarakat diuntungkan dengan layanan cepat dan terbuka, pemerintah juga diuntungkan dengan naiknya pendapatan asli daerah.

Pemahaman Umum
Keberhasilan pembangunan e-government tidak terlepas dari 5 komponen dasar yang menunjangnya, yaitu: 1. Perangkat keras yang meliputi perangkat komputer, sistem jaringan dan sistem telekomunikasi. Komputer yang digunakan perlu disesuaikan dengan kebutuhan apakah akan memakai microcomputer, minicomputer, atau mainframe, hal ini sangat tergantung dari jumlah data yang akan diolah. Sistem jaringan yang akan digunakan untuk komunikasi komputer perlu ditentukan apakah cukup dengan local area network, wide area network, atau gabungan keduanya. Untuk menghubungkan satu daerah dengan daerah lain dibutuhkan sistem telekomunikasi yang handal apakah menggunakan radio, telepon atau satelit, termasuk penyedia telekomunikasi mana yang digunakan. Kemungkinan lain adalah membangun sendiri fasilitas telekomunikasi sesuai dengan kebutuhan daerahnya sehingga tidak terjadi ketergantungan pada provider tertentu.

2. Perangkat lunak meliputi sistem operasi, bahasa pemrograman dan aplikasi komputer yang digunakan. Untuk menentukan sistem operasi yang digunakan perlu diperhatikan bahwa sistem tersebut sudah lengkap dan sesuai dengan kebutuhan. Bisa berbasis open source seperti Linux dan Solaris atau closed source software seperti prorietary. Untuk menentukan pilihan harus berhati-hati karena sistem operasi akan sangat menentukan kelancaran jalannya sistem, tidak saja secara teknologi tapi juga secara ekonomi, pilihlah sistem operasi yang secara teknologi mudah dikembangkan dan menyediakan kode program komputer terbuka artinya bahwa kode program yang dibangun untuk menjalankan komputer dapat di baca, dimodifikasi dan dikembangkan oleh para programmer lokal. Bila menggunakan sumber tertutup maka sulit untuk dikembangkan sendiri, artinya sistem yang dibangun akan terjadi ketergantungan pada pembuatnya atau pada vendor tertentu. Begitu juga untuk program aplikasi sebaiknya menggunakan sumber kode terbuka, sehingga siapapun programmer yang akan mengembangkan aplikasi dapat dengan mudah membaca sumber kodenya. Bila e-government ini akan dibangun dengan menggunakan open source software maka yang perlu diperhatikan adalah harus dapat meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dibindang ICT sehingga dapat membuat, mengembangkan dan merawat sendiri sistem e-government yang dibangunnya.

3. Data meliputi data tekstual, suara, gambar, video, dan data spatial. Kebutuhan pengolahan, penyimpanan dan penyebarluasan data untuk e-goverment sangat bervariasi hal ini ditentukan dengan jenis data dan jumlah data yang diolah. Dalam pelaksanaannya jenis data tersebut dolah bersamaan dan disesuaikan dengan kebutuhan sistem informasi yang dibangun. Untuk sistem informasi yang berbasis perta biasanya menggunakan data spatial dilengkapi dengan gambar, suara, tekstual bahkan video. Hal ini merupakan e-government yang sangat ideal namun membutuhkan penyimpan data yang besar begitu juga sewaktu menginformasikan kepada masyarakat membutuhkan bandwidth yang cukup besar sehingga sistem dapat berjalan lancar, bila hal ini tidak dilakukan dengan cermat sistem yang dibangun akan sering hang, karena tidak ada sinkronisasi antara data yang diolah, perangkat lunak dan perangkat keras yang digunakan. Semua e-government memerlukan database. Database yang dibangun bisa terpusat (centralized database) atau tersebar (decentralized database), hal ini tergantung dari kebutuhan e-government yang dibuat dan harus ditentukan sewaktu tahapan desain sistem.

4. Prosedur meliputi cara menginstal perangkat lunak yang dibangun artinya harus ada dokumen pendukung untuk membantu para pengguna dalam melaksanakan pekerjaannya; cara memperbaiki sistem bila muncul masalah yang sederhana dan dapat diatasi oleh pengguna artinya harus ada dokumen “trouble shooting” (pemecahan masalah) yang mudah dimengerti oleh pengguna; cara menjalankan sistem atau dikenal dengan nama “system operating procedure” atau prosedur untuk mengoperasikan sistem, hal ini perlu ada dokumennya yang jelas dan mudah dimengerti, sehingga siapapun yang akan menjalankan sistem ini tidak akan mengalami kesulitan yang berarti.

5. Sumber daya manusia meliputi “system analyst” yang mempunyai keahlian dalam menganalisa sistem, diperlukan kalau akan membuat sistem informasi yang baru, sebelumnya harus dianalisis sistem yang sedanng berjalan, lalu ditentukan perbaikan apa yang harus dilakukan, programmer yang punya keahlian membuat dan mengembangkan program komputer terutama yang berbasis OSS sehingga akan dengan mudah dan cepat dalam membuat perangkat lunak yang diperlukan; administrator jaringan diperlukan karena e-government yang dibangun merupakan gabungan dari berbagai sistem informasi, seprti sistem informasi keuangan, kepegawaian, pajak, kependudukan, sekolah, rumah sakit, pendidikan tinggi, industri, pengusaha, perdagangan, dll. Administrator inilah yang mengelola dari semua sistem yang ada termasuk kelancaran jaringan komputer yang digunakan; teknisi diperlukan terutama untuk memasang dan menangani kerusakan yang minimal dari perangakat keras dan perangkat lunak yang sederhana sehingga sistem akan selalu berjalan tanpa harus menunggu dengan waktu perbaikan yang relatif lalam, teknisi yang melakukan pengentrian data ke sistem termasuk melakukan validasi data yang masuk terutama untuk data yang akan diakses masyarakat harus mempunyai kesalahan yang minimal, sehingga tidak banyak revisi.

Jnet: Jimbarwana Networking dari Jembrana
Salah satu pemerintah daerah yang berhasil menggunakan open source software untuk membangun sistem e-government nya adalah Kabupaten Jembrana di Bali. Jembarana membangun J-Net merupakan singkatan dari ‘Jimbarwana Networking’ yaitu jaringan yang mengintegrasikan kecamatan, desa-desa, sekolah, dll se-Kabupaten Jembrana, dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan menuju ketata Pemerintahan yang baik (Good Governance), peningkatan kualitas pendidikan atau E-Learning, dan pemasyarakatan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi kepada kalangan masyarakat atau E-People). J-NET dibangun untuk:
(1) Meningkatkan efektifitas pelaksanaan pemerintahan di daerah baik DPRD maupun Eksekutif melalui komunikasi timbal balik secara lebih cepat;
(2) Meningkatkan kwalitas pelayanan masyarakat melalui komputerisasi administrasi pemerintahan di tingkat Kecamatan, Desa dan Kelurahan, ada 31 Jenis Surat Keterangan;
(3) Meningkatkn kesejatraan masyarakat pada semua lapisan melalui akses jaringan internet yang dapat menjadi perangsang tumbuhnya simpul simpul ekonomi baru di pelosok desa;
(4) Meningkatkan kualitas intelektual anak didik melalui akses internet atau jaringan pendidikan nasional yang memungkinkan bagi pembelajaran elektronik; untuk menggunakan perangkat lunak legal sesuai dengan Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentak Hak atas Kekayaan Intelektual dalam mendukung administrasi Pemerintahan Kabupaten Jembrana;
(5) Meniadakan kesenjangan digital di lingkungan pemerintahan Kabupaten Jembrana. J-NET sangat membantu dalam menyediakan sumberdaya manusia dilingkungan Kecamatan, Desa dan Kelurahan di Kabupaten Jembrana yang mampu mengoperasikan dan mempergunakan aplikasi-aplikasi berbasis open source yang telah disediakan dalam rangka peningkatan kwalitas pelayanan terhadap masyarakat serta Penggunaan aplikasi open source dalam pemerintahan kabupaten Jembrana.